Posted by : Unknown
Minggu, 26 April 2015
Ruang
Dimensi Alpha
“Kau harus membawanya kembali! Ia
akan mati jika di sini!” Erza berteriak kalang kabut. “Kacau! Kacau!” ia
kembali melampiaskan kekesalannya. Mengotak-atik sistem dimensinya.
Aku gugup. Bingung. Tak tau apa yang harus kuperbuat, sedangkan manusia
bercawat dengan wajah setengah kera itu memandang berkeliling dengan mata
merengek. Ia seakan segan pada seluruh monitor yang mengacu kepadanya.
***
“Huuh..,” aku menghembuskan nafas tertahan. Kupegang erat tangan kasar dan
besar si manusia purba tanpa mampu menatapnya. Besar badannya melebihi kami,
tapi ia tidak ganas karena ia berada pada masa food producing.
Seharusnya aku hanya meneliti diam-diam, tapi manusia purba ini menemukanku dan
tanpa kusadari mengikutiku tanpa kuketahui. Insting ‘menghilangkan hawa
keberadaan’ yang memang mengalir dalam darahnya membuat semuanya menjadi rumit.
Tidak hanya akan mati jika ia tidak dikembalikan sebelum waktu berlalu 12 jam
sesudahnya, tapi ini juga merupakan sebuah pelanggaran UU Penelitian abad 23.
Para peneliti dilarang keras melakukan apapun pada masa lalu yang dapat
mengubah masa depan, sehingga mengancam hilangnya 90 juta penduduk Tata Surya
Galaksi Andromeda.
“Ugh..ugh uh.. ugh uh.” Manusia purba itu kebingungan dengan lalu lalang di
laboratorium kami. Ia berulangkali mencoba melepaskan diri dari jangkauanku.
“Tidak! Kau tidak boleh kemanapun! Ini semua karena kau mengikutiku!” aku membentaknya,
membuatnya beringsut ke bawah kursi hologram dengan wajah ketakutan. Aku
meremas rambutku risau.
***
Erza berlari dengan panik ke arahku. Menubruk dan mengguncangkanku, “Kejadian
ini tercium! Polisi GA akan kemari dalam waktu 4 jam!” Erza menghentakkan
tubuhku ke meja lab. Keringatku mengucur deras mendengarnya, kegalauan
menyelimutiku segera. “Bawa dia kembali!” ia menuding ke arah manusia purba
yang dikurung disudut ruangan. Aku meliriknya.
“Aku tau harus bawa dia kembali! Kita juga masih mengusahakannya! Kau sendiri
tau, mesin dimensi hanya bisa digunakan sekali dalam kurun waktu 1 tahun!” aku
ikut mengimbangi Erza berteriak, membuat beberapa pekerja lab. melirikku
sekilas. Mereka sibuk dengan rencana pengoperasian mesin dimensi lagi dalam
waktu singkat. Walaupun sulit jika tidak merusak sistem mikronya.
Erza menghempaskan tubuhnya pada meja kontrol lab. dengan kesal, ”Habis sudah!
Kita akan dipenjara.. selamanya!” ia beringsut duduk dan memegangi kepalanya
dengan lunglai. “Padahal..,” ia tercekat, “Jika penelitian ini berhasil aku
akan bisa membayar mahal atas kematian papa karena penelitian ini!” sebutir air
bening keluar dari mata lentiknya. Aku mengalihkan pandangan.
Pikiranku berkecamuk. Sepertinya, semua kejadian ini adalah salahku. Aku
berpikir keras mencari solusi, apa yang bisa kubayar atas kecerobohanku ini?
***
Aku mengotak-atik komputer Luminaku dengan cepat. Polisi GA telah sampai di
planet ini dan aku memutuskan untuk menyelesaikannya sendiri.
“Sistem Shift, oke!” salah seorang pekerja lab. nomer 23 melaporkan dari
earphone. Aku mengangguk. Sementara Erza menunggu kedatangan polisi itu, aku
akan menyelesaikan semuanya menggunakan Dimensi Alpha dengan resiko mega.
Waktunya singkat, kemungkinan aku takkan bisa kembali ke masa ini. Meskipun
begitu, hal ini takkan merubah masa lalu karena begitu aku sampai di sana,
mungkin tubuhku akan lenyap dilahap masa.
Aku tidak bisa jika harus membunuhnya. Setiap mahkluk berhak untuk hidup,
apalagi jika itu seorang manusia sekalipun manusia purba. Aku yang membawanya,
jadi aku yang harus mengembalikannya. Orang tuaku tak pernah mengajarkanku
untuk melarikan diri sesulit apapun masalah yang kuhadapi, selalu ada solusi
sekalipun harus menuai pengorbanan diri.
Ku klik tombol ‘run’ pada layar monitor Lumina di depanku dan diikuti
sistem ‘patch’ yang dijalankan serentak oleh 27 pekerja lab. Cara lama
bukan? Tapi ‘cara lama’ inilah jalan keluar satu-satunya sekalipun itu berarti
mengubah sistem mikro Dimensi Beta ke Dimensi Alpha agar bisa digunakan sekali
lagi dengan resiko tinggi.
Terlintas di benakku kala Erza untuk pertama kali menangis di depanku, dia yang
kutahu adalah wanita paling tegar yang pernah kutemui, hanya yang tak kutahu
ternyata dia selemah itu jika mengingat tentang papanya. Aku termenung. Jariku
berhenti di atas tuts Key2D, melirik manusia purba yang tak mengerti
apa-apa, ini dunia yang asing baginya.
“Zi, kau yakin?” Anches bertanya dari balik meja pekerja lab. nomer 2. Aku
tersenyum getir. Tidak ada waktu untuk memutar keputusan yang telah kutetapkan,
tidak ada waktu untuk kembali memikirkannya berulang kali. Kutekan tuts ‘enter’
pada monitor Lumina pusat dan mesin Dimensi Alpha mulai bereaksi.
Gelombang biru mirip Aurora memenuhi ruangan. Manusia purba itu
melompat-lompat dan beringsut ke belakang, instingnya menyatakan tanda bahaya
pada apa yang terjadi di sini. Aku berjalan mendekatinya, kupakai kaca mata hologram
untuk menyingkap cahaya berkilau dari gelombang Dimensi Alpha. Kutekan tombol
pada pagar Asteroid dari cincin Saturnus, salah satu planet dari Tata
Surya Galaksi Bimasakti yang telah hancur dulu. Kini ternyata diketahui bahwa Asteroid
lebih kuat dibandingkan baja dari Bumi.
Pagar Asteroid terbuka lebar, memberikan ruang cukup untuk manusia purba itu
lewat. Tiba-tiba alarm berbunyi. Nyaring. Membuat manusia purba itu semakin tak
mau melewati pagar Asteroid ini. Aku memandang berkeliling dengan panik.
“Ozi! Ada kerusakan!” bunyi alarm itu menggema di ruang lab. ini. Tak hanya
aku, seluruh pekerja terlihat panik dan mencoba mengatasi ini. Mereka segera
mengotak-atik sistem mikro Dimensi Alpha. Aku mencoba menarik manusia purba dengan
gugup, sekuat tenaga agar dia menuruti perintahku. Ia melompat ketakutan, lepas
dari genggamanku, meloncat ke atas monitor Luminaku. Menghancurkannya dengan
kaki dan berat tubuhnya.
“Hentikan! Kau bodoh!” teriakku marah, menariknya turun dari monitor Luminaku
sebelum seluruh sistemnya benar-benar hancur. Cahaya gelombang Dimensi Alpha
mendadak berubah warna menjadi merah, kekacauan itu membuat para pekerja
semakin panik.
“Gelombang berubah! Arah dimensinya tidak dapat dijamah! Berputar tak tentu
arah!” Anches berteriak dari mejanya. Mata dan jarinya tak lepas dari barisan
kode yang menuntut untuk berhenti dengan sinyal merah. Jarinya menari lincah di
atas Key2D.
BRAK!
Aku menoleh kaget ke arah pintu lab. yang terbuka lebar. Seseorang berdiri
dengan wajah pucat pasi menatap semua kekacauan ini. Erza.
“Ada apa ini?” ia bertanya kalut memandang ke segala penjuru ruangan, tak ada seorangpun
dari pekerja yang menjawab pertanyaannya, mereka berkutat pada layar monitor di
depannya. Tak lama kemudian, pandangan Erza bertumpu padaku, ia menatapku
dengan mata terbelalak dan mulut menganga. “Ozi! Apa yang mau kau lakukan?!”
pandangannya beralih pada manusia purba yang kuraih dari atas monitor Luminaku.
Ia mengerutkan kening, masih dengan mulut terbuka.
“Aku tak bisa meng-handle lebih dari ini!” pekerja nomer 27 segera
berteriak dengan peluh berjatuhan dari dahinya, tak ubahnya para pekerja lain.
“Cepat!” imbuhnya.
“Tapi ruang Dimensi Alpha tidak terprediksi arahnya! Angka masanya berputar
sangat cepat!” pekerja nomer 5 menyahut dari bawah. Mereka saling mengontrol
dan menginformasikan bagian mereka masing-masing.
Aku berlari, menarik manusia purba itu mendekat ke arah gelombang Dimensi Alpha
sebelum tertutup.
“Tidak, Zi! Kau gila!” Erza berlari menahanku. “Kau bisa mati! Mesin ini sudah
tak bisa digunakan lagi!”
“Tidak apa! Aku tak peduli bahkan jika aku tak bisa kembali!”
PLAK!
Sebuah tamparan mendarat di pipiku. Panas. Aku mengernyit kesakitan memandang
Erza yang berurai air mata. Ia menatapku nanar, tersirat ketakutan yang sangat
di matanya. Alarm kembali berbunyi. Aku mendongak meminta keterangan atas ini,
gelombang Dimensi Alpha semakin mengecil.
“Ada apa?” tanyaku pada para pekerja yang masih menghadap monitor Lumina
masing-masing.
“Hilang! Angka masanya lenyap! Sekarang kita tidak tau kemana dimensi ini
mengarah!” pekerja nomer 6 mengotak atik tuas kontrol dimensi dari tempatnya.
“Patch ke makro! Jalankan sistem DacapoEx!” intruksiku cepat.
Erza menatapku seakan aku benar-benar orang gila.
“Tapi..”
“Sekarang!” potongku.
“Patch run!” pekerja nomer 12 terlihat mengatakan dengan enggan, jarinya
terlihat bergetar seakan ragu untuk menekannya.
“Jalankan!” tegasku. Ia tersentak.
“DacapoEx enter.” pekerja 8 melaporkan dengan suara lemah.
“Angka masa terlihat, 993 tahun dimasukkan, 5 detik!”
“Ozi!”
“Erza..” aku mengimbangi kegalauannya, “Dengarkan aku! Aku.. aku mencintaimu,
maksudku maaf merusak penelitian untuk papamu, aku tidak mau kau menangis
lagi!” Erza terlihat kalut dengan pikirannya. Aku melangkah masuk bersama
manusia purba yang hanya menurut sekalipun tangannya menegang, ke gelombang
Dimensi Alpha.
“Tidak!” Erza berteriak. Berlari mengikutiku masuk dan meraihku.
“Kau gila! Kau bisa ikut lenyap! Kau tau sistem ini sudah tak berfungsi
semestinya! Kau bisa hilang seakan kau tak pernah dilahirkan!” aku mencoba
mengenyahkan tubuh Erza kembali ke ruang lab. tapi ia bersikukuh.
Ia memelukku. “Meski di lain masa atau mati, aku ikut kemanapun kau pergi!” ia
berkata dengan tegas, sedangkan pandanganku semakin lama semakin kabur dan aku
merasa semuanya lenyap dari sana.
selamat masuk bahan k13 revisi 2016
BalasHapusdi buku saya banyak yang di cut
Kak, maaf mau mengonfirmasi.. cerpen tersebut karya saya.. bisa dolihat di blog saya akihabaranime.blogspot.com sudah saya post sejak 2014.
BalasHapusMohon mencantumkan nama penulis dan sumber :) terima kasih
Akhirnya ketemu penulisnya. Keren kak ceritanya :)
Hapus