Posted by : Unknown
Jumat, 14 Juni 2013
Budaya Tionghoa
merupakan budaya yang paling tua dan kompleks di
dunia. Di Indonesia, warga negara keturunan Tionghoa, dapat ditemui
hampir di semua kota di Indonesia. Karena orang Tionghoa sudah banyak tersebar di Indonesia, maka tidak
heran kebudayaan Tionghoa banyak
dikenal luas. Terlebih lagi, banyak
klenteng yang dibangun di berbagai kota yang membuat semua lapisan masyarakat lama kelamaan mulai mengerti ritual
dan budaya Tionghoa.
Budaya warga Tionghoa yang telah dikenal baik di
Indonesia mencakup kuliner, kesenian, musik,
alat musik, perayaan-perayaan, bahasa, dan pakaian
Kuliner
Berikut
ini adalah jenis-jenis makanan khas Tionghoa yang populer di Indonesia:
Kue bulan / Tiong Chiu Pia
Dasarnya
berbentuk bulat, yang melambangkan kebulatan dan keutuhan. Namun seiring
perkembangan zaman, bentuk-bentuk lainnya muncul menambah variasi dalam
komersialisasi kue bulan. Perkataan Tiong Chiu sendiri berasal dari kata
"Tiong" berarti tengah dan "Chiu" berarti musim rontok,
jadi boleh dikatakan sebutan Tiong Chiu arti secara harafiahnya berarti
pertengahan musim rontok. Namun demikian masyarakat lebih kenal dengan
sembahyang Tiong Chiu Pia, walaupun sebenarnya penyebutan ini tidak tepat namun
kenyataan dalam kebiasaan masyarakat tetap demikian.
Bakcang
Makanan
dalam bungkusan daun, isinya ketan atau nasi yang ditambah daging dan isi
lainnya sesuai selera. Di Tiongkok, bakcang disebut Zongzi. "Duan Wu
Jie" adalah hari raya dimana umumnya orang makan bakcang. Pada hari itu
dijual bermacam-macam bakcang dan semua warga, baik tua maupun muda, besar atau
kecil, semua makan bakcang.
Lumpia
Memiliki
ciri khas pada bahan bakunya, yaitu rebung. Selain rebung dari bambu muda,
beberapa bahan yang juga utama adalah udang dan telur, termasuk tepung terigu
yang digunakan sebagai pembungkus.
Siomay
Makanan
yang terbuat dari terigu diisi campuran daging, udang dan lain-lain. Terdapat
banyak macam isi siomay mulai dari siomay ikan tenggiri, ayam, udang, kepiting,
atau campuran daging ayam dan udang. Kulit siomay mirip dengan kulit pangsit.
Bakpao
Biasanya
diisi dengan daging ayam, sayur-sayuran, srikaya manis, coklat, selai kacang
kedelai, kacang azuki, kacang hijau,dan sebagainya. Bakpao yang berisi daging
ayam dinamakan kehpao.
Bakso
Daging
yang dicincang dan dibentuk menjadi bulat,biasanya daging yang digunakan adalah
daging sapi atau ikan. Bakso itu berasal dari bahasa Tionghoa yang terdiri dari
2 kata, "Bak" dan "so", dimana "Bak" artinya
daging babi dan "So" itu mie + sup. Tapi kemudian di indonesia sendiri
daging babi itu dirubah menjadi daging sapi tetapi tetap menggunakan kata Bak.
Mie
Dapat dibuat dari
berbagai macam tepung seperti tepung terigu, tepung beras, tepung kanji, tepung
kacang hijau dan lain lain. Secara umum mie dapat digolongkan menjadi dua, mie
kering dan mie basah. Pada umumnya mie basah adalah mie yang belum dimasak,
kandungan airnya cukup tinggi dan tidak tahan lama, jenis mie ini biasanya
hanya tahan 1 hari.
Tahu Pong
Tahu
yang tengahnya kosong. Tahu ini sebenarnya tahu biasa, seperti tahu-tahu lain
yang kita kenal. Bedanya karena proses pembuatan yang sedikit berbeda, tingkat
kepadatan akhir yang berbeda menyebabkan bolong. Sewaktu mentah bentuknya juga
sama seperti tahu biasa, tetapi setelah digoreng, bagian tengahnya menyusut dan
menjadi kopong / kosong.
Kue Keranjang
Kue
yang terbuat dari tepung ketan dan gula, serta mempunyai tekstur yang kenyal
dan lengket. Kue ini merupakan salah satu kue khas atau wajib pada saat Perayaan Tahun Baru Imlek.
Kue ini dinamakan kue keranjang karena wadah cetaknya berbentuk keranjang.
Kalau dulu hanya dikenal kue keranjang dibungkus daun pisang, maka kemudian,
karena alasan praktis dan sulit mendapatkan daun pisang dalam jumlah banyak,
digunakan plastik untuk membungkus dodol khas imlek ini.
Perayaan
Tahun Baru Imlek
Tahun Baru Imlek merupakan perayaan
terpenting orang Tionghoa. Perayaan Tahun Baru Imlek dimulai di hari pertama
bulan pertama (penanggalan Tionghoa) dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal
ke lima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai
Chuxi yang berarti "malam pergantian tahun". Biasanya dirayakan
dengan menyulut kembang api. Di Indonesia pada tahun 1965 hingga 1998 perayaan
tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden
Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto,
melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.
Masyarakat
keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun
baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres
Nomor 14/1967. Kemudian Presiden Megawati Soekarnoputri menindaklanjutinya
dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002 tertanggal 9 April 2002
yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Mulai 2003, Imlek resmi
dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.
Festival Lampion
Adalah festival dengan hiasan lentera yang
dirayakan setiap tahunnya pada hari ke-15 bulan pertama (menurut penanggalan
Tionghoa). Festival inilah yang menandai berakhirnya perayaan tahun baru Imlek.
Festival ini biasanya dirayakan secara luas di Tiongkok, Taiwan, Hongkong dan
negara-negara yang terdapat komunitas Tionghoa.
Cap Go Meh
Melambangkan
hari ke-15 dan hari terakhir dari masa perayaan Imlek bagi komunitas Tionghoa.
Pada tanggal ini juga merupakan bulan penuh pertama dalam Tahun Baru tersebut.
Perayaan ini dirayakan dengan jamuan besar dan berbagai kegiatan.
Bahasa
Bahasa Tionghoa
Bahasa
Tionghoa memiliki banyak varian vokal atau lisan, namun secara tertulis hanya
satu. Variasi tersebut tergantung kedaerahan, sehingga bisa dikatakan sebagai
bahasa daerah atau dialek.
Sekitar
1/5 penduduk dunia menggunakan salah satu bentuk bahasa Tionghoa sebagai
penutur asli, maka jika dianggap satu bahasa, bahasa Tionghoa merupakan bahasa
dengan jumlah penutur asli terbanyak di dunia. Bahasa Tionghoa (dituturkan
dalam bentuk standarnya, Mandarin) adalah bahasa resmi Tiongkok dan Taiwan,
salah satu dari empat bahasa resmi Singapura, dan salah satu dari enam bahasa
resmi PBB.
Pakaian
Cheongsam
Merupakan
pakaian wanita dengan corak bangsa Tionghoa. Nama "Cheongsam" berarti "pakaian panjang",
diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dari dialek Propinsi Guangdong (Canton)
di Tiongkok.
Mudah
dikenakan dan nyaman, bentuk pakaian Cheongsam cocok dengan bentuk tubuh wanita
etnis Tionghoa. Leher tinggi, lengkung leher baju tertutup, dan lengan baju
bisa pendek, sedang atau panjang, tergantung musim dan selera pemakainya.
Memiliki kancing di sisi kanan, bagian dada longgar, selayak di pinggang, dan
salah satu sisi di bagian pahanya terbelah, yang kesemuanya semakin menonjolkan
kecantikan dari wanita yang mengenakannya. Cheongsam tidak terlalu susah
dibuat. Tidak pula memiliki banyak perlengkapan, seperti sabuk, atau selendang.
Cheongsam adalah dapat dibuat dari berbagai macam bahan dan memiliki keragaman
panjang, dapat digunakan secara santai atau resmi.
Ritual
Budaya Teh Tionghoa
Minum
teh telah menjadi semacam ritual di kalangan masyarakat Tionghoa. Di Tiongkok,
budaya minum teh dikenal sejak 3.000 tahun sebelum Masehi (SM). Bahkan,
berlanjut di Jepang (1192 – 1333) oleh pengikut Zen. Minum teh dapat
menetralisasi kadar lemak dalam darah, setelah mengonsumsi makanan yang
mengandung lemak.
Budaya warga Tionghoa yang telah dikenal baik di Indonesia mencakup kuliner, kesenian, musik, alat musik, perayaan-perayaan, bahasa, dan pakaian













Ceng Beng / Festival Qingming
Adalah
ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah ke kuburan sesuai
dengan ajaran Khonghucu. Festival Tionghoa ini
jatuh pada hari ke 104 setelah titik balik matahari pada musim dingin. Bagi
etnis Tionghoa, hari ini merupakan suatu hari untuk mengingat dan menghormati
nenek moyang. Setiap orang berdoa di depan nenek moyang, menyapu pusara dan
bersembahyang dengan menyajikan makanan, teh, arak, dupa, kertas sembahyang dan
berbagai aksesoris, sebagai persembahan kepada nenek moyang
Kesenian
Barongsai
Adalah
tarian tradisional Tionghoa dengan menggunakan kostum yang menyerupai singa.
Masyarakat Tionghoa percaya bahwa singa adalah lambang kebahagiaan dan
kesenangan. Tarian ini dipercaya merupakan pertunjukan yang dapat membawa
keberuntungan sehingga umumnya diadakan pada berbagai acara penting seperti
pembukaan restoran, pendirian klenteng, dan tentu saja perayaan Tahun Baru
Imlek.
Barongsai secara garis besar terdiri dari 2 jenis
yakni: Singa Utara yang memiliki surai ikal dan berkaki empat. Penampilan Singa
Utara kelihatan lebih natural dan mirip singa ketimbang Singa Selatan yang
memiliki sisik serta jumlah kaki yang bervariasi antara dua atau empat. Kepala
Singa Selatan dilengkapi dengan tanduk sehingga kadangkala mirip dengan
binatang "Kilin".
Gerakan antara Singa Utara dan Singa Selatan juga
berbeda. Bila Singa Selatan terkenal dengan gerakan kepalanya yang keras dan
melonjak-lonjak seiring dengan tabuhan gong dan tambur, gerakan Singa Utara
cenderung lebih lincah dan penuh dinamika karena memiliki empat kaki.
Satu gerakan utama dari tarian Barongsai ini adalah
gerakan singa memakan amplop berisi uang yang disebut dengan istilah "Lay
See". Di atas amplop tersebut biasanya ditempeli dengan sayuran (selada
air) yang melambangkan hadiah bagi sang Singa. Proses memakan "Lay
See", istilah ini banyak digunakan di Hongkong, ini berlangsung sekitar
separuh bagian dari seluruh tarian Singa.
Pertunjukan Wayang Potehi
Potehi
berasal dari kata "poo" (kain), "tay" (kantung) dan
"hie" (wayang). Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari
kain. Sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan
memainkannya layaknya wayang jenis lain. Kesenian ini sudah berumur sekitar
3.000 tahun dan berasal dari daratan Tiongkok asli.
Dulunya Wayang Potehi hanya memainkan lakon-lakon yang
berasal dari kisah klasik daratan Tiongkok seperti kisah legenda
dinasti-dinasti yang ada di Tiongkok, terutama jika dimainkan di dalam
kelenteng. Akan tetapi saat ini Wayang Potehi sudah mengambil cerita-cerita di
luar kisah klasik. Pada masa masuknya pertama kali di Indonesia, wayang potehi
dimainkan dalam Bahasa Hokkian. Seiring dengan perkembangan zaman, wayang ini
pun kemudian juga dimainkan dalam Bahasa Indonesia.
Alat Musik
Alat musik tradisional Tionghoa dapat dimainkan secara solo,
ataupun secara bersama-sama dalam sebuah orkes yang besar (seperti zaman dahulu
di istana kerajaan) atau dalam grup-grup musik kecil. Jaman dahulu tidak ada
konduktor di ensambel musik Tionghoa, ataupun penggunaan partitur musik pada
saat pentas. Musik biasanya telah dihapalkan oleh pemusiknya, kemudian
dimainkan tanpa alat bantu, sehingga kerjasama tim amat sangat dibutuhkan. Tapi
zaman sekarang ini partitur ataupun konduktor dibutuhkan, apabila jumlah
pemusik cukup banyak. Berikut adalah jenis-jenis alat musik tradisional
Tionghoa:
Alat Musik Gesek
Erhu
Rebab
Tionghoa, badannya menggunakan kulit ular sebagai membran, menggunakan 2 senar,
yang digesek dengan penggesek terbuat dari ekor kuda.
Gaohu
Sejenis
dengan Erhu, hanya dengan nada lebih tinggi.
Gehu
Alat
musik gesek untuk nada rendah, seperti Cello.
Banhu
Rebab
Tionghoa, dengan badan terbuat dari batok kelapa dengan papan kayu sebagai
membrannya.
Alat Musik Petik
Liuqin
Alat
musik petik kecil bentuknya seperti buah pir dengan 4 senar.
Yangqin
Alat
musik ini memiliki banyak senar, cara memainkannya dengan memukul dengan stik
bambu sebagai pemukulnya.
Pipa
Alat musik petik berbentuk buah pir dengan 4 atau 5 senar.
Ruan
Alat
musik petik berbentuk bulat dengan 4 senar.
Sanxian
Alat
musik petik dengan badan terbuat dari kulit ular dan dengan leher panjang,
memiliki 3 senar.
Guzheng
Kecapi
yang memiliki 16 - 26 senar.
Konghou
Harpa
Tiongkok.
Alat Musik Tiup
Dizi
Suling
dengan menggunakan membran getar.
Souna
Terompet
Tiongkok.
Sheng
Alat
musik yang menggunakan bilah logam dengan tabung-tabung bambu sebagai penghasil
suara.
Xiao
Suling.
Paixiao
Pipa
pen.
Alat Musik Pukul (Perkusi)
Paigu
Gendang
yang terdiri dari satu set 4 atau lebih.
Dagu
Tambur besar.
Chazi
Simbal, cengceng.
Luo
Gong.
Muyu
Kecrek
terbuat dari kayu.





















